Saksi Mahkota Sebut Terdakwa Tosa yang Instruksikan Membunuh Paino

LANGKAT, metro24jam.news- Saksi mahkota sebut terdakwa Luhur Sentosa Ginting alias Tosa yang menyuruh melakukan pembunuhan terhadap Paino, mantan anggota DPRD Kabupaten Langkat yang tewas ditembak di Desa Besilam Bukit Lembasah, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Heriska Wantenero alias Tio dan Sulhanda Yahya alias Tato secara terpisah, ketika dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Langkat sebagai saksi mahkota.
Terdakwa Luhur Sentosa alias Tosa Ginting perdana duduk di kursi pesakitan didampingi penasehat hukumnya dalam persidangan secara langsung di ruang sidang Prof Kusuma Admaja Pengadilan Negeri Stabat Kabupaten Langkat, Kamis (13/7). Biasanya terdakwa Tosa selalu mengikuti persidangan secara online dari rutan Tanjung Pura.
Di hadapan majelis hakim yang diketuai oleh Ladys Meriana Bakara didampingi dua hakim anggota Maria CN Barus dan Dicki Irvandi, saksi mahkota Heriska Wantenero alias Tio, mengakui jika dirinya kenal dengan terdakwa Luhur Sentosa Ginting alias Tosa semenjak duduk di bangku sekolah menengah pertama hingga masuk SMA dan saksi juga sempat bekerja hanya beberapa Minggu saja dengan terdakwa Tosa sebelum terjadinya kasus pembunuhan tersebut.
Berdasarkan kesaksian Tio dipersidangan, dirinya sebelumnya tidak mengenal korban Paino dan tidak tahu menahu akan terjadi pembunuhan tersebut, awal mula terjadinya percobaan pembunuhan terhadap korban diungkap saksi pada tanggal 20 Januari.
Dimana saat itu saksi Tio bersama dengan Tato diintruksikan terdakwa Tosa mengikuti dirinya keareal perkebunan yang lokasinya tidak ia ketahui, saat itu Tio berboncengan dengan Tato mengendarai satu unit sepeda motor Vixion merah.
Sebelum berangkat, terdakwa Tosa memerintahkan kepada Tato agar membawa kampak dan parang/kelewang, tanpa membantah dan bertanya mereka berdua menurut saja, parang atau kelewang diletakan diantara pijakan kaki pada sepeda motor sedangkan kampak dibawa oleh Tato.
Setibanya dilokasi mereka mendapat perintah dari terdakwa Tosa, jika ada seseorang yang mengendarai kreta KLX warna hitam melintasi lokasi harus dibantai (bunuh) dengan menggunakan kampak dan kelewang yang mereka bawa dari kediaman terdakwa Tosa. Bahakn saat itu Tosa berpesan agar mereka berdua memastikan korban nantinya harus benar benar mati, “jangan tinggalkan sebelum dipastikan sudah mati,” sebut Tio menirukan.
Masih penjelasan saksi mahkota Tio, saat itu alasan terdakwa Tosa mau menghabisi korban karena kesal, sawit miliknya kerap hilang dicuri dan korban juga dituduh sebagai penadah sawit yang dicuri dari lahannya tersebut.
Namun kedua saksi mahkota (Tio dan Tato) merasa bingung dan tidak berani karena secara mendadak diperintahkan untuk menghabisi nyawa manusia. Akhirnya mereka berdua sepakat untuk tidak melakukan pembunuhan tersebut, dengan alasan korban saat melintasi lokasi sangat kencang sehingga tidak bisa dieksekusi.
Padahal menurut saksi Tio saat itu, lelaki yang mengendarai sepeda motor KLX warna hitam tersebut berjalan pelan melintasi lokasi mereka menunggu, karena jalan yang dilalui menanjak sehingga mustahil untuk berjalan kencang. Selanjutnya kedua saksi kesehariannya tetap beraktifitas seperti biasa dikediaman Tosa sebagai pekerja, namun mereka didiamkan saja oleh Tosa bahkan gaji mereka sempat macet diduga Tosa marah karena mereka gagal melakukan perintahnya.
Tosa Kembali Instruksikan Eksekusi Pengendara KLX Hitam
Lalu pada tanggal 26 Januari, saat saksi Tio tiba dikediaman terdakwa Tosa, melalui Handy Talkie (HT) dirinya memberitahukan kehadirannya kepada Tosa. Saat itu juga dirinya kembali mendapat perintah, bersama terdakwa Tosa dan beberapa rekan lainnya akan mengecek ladang dan pada saat itu Dedy Bangun juga ikut bersama mereka, sebelumnya saksi Tio ada memberikan sebo dan baju lengan panjang kepada Dedy, sesuai arahan terdakwa Tosa.
Saat itu mereka (Tosa, Dedy, Tio, Sahdan, Tato dan Rasyid) menuju bukit Nenengan, dengan mengendarai mobil mini bus jenis Ertiga dan dua unit sepeda motor KLX corak loreng dan Revo les Biru, (dimana ketiga unit kendaraan tersebut telah disita sebagai barang bukti).
Di lokasi itu juga persisnya digudang milik Tosa ada dilakukan serah terima senjata api, namun saksi Tio tidak mengetahui secara pasti apa maksudnya hanya saja ia menduga pasti ada rencana eksekusi atau pembunuhan.
Lalu saksi Tio bersama Rasyid diperintahkan menunggu didalam gudang, mereka ditinggalkan bersama dengan mobil mini bus jenis Ertiga. Beberapa jam mereka menunggu, sementara terdakwa Tosa, Tato, Dedy dan Sahdan pergi entah kemana.
Disore hari terdakwa Tosa dan kawan kawan kembali kegudang dan Tosa ada berkata “nanti kalau ada kereta KLX warna hitam lewat bilang ya,” jelas saksi Tio. Tidak lama kemudian kereta KLX warna hitam tersebut ada melintas, dan mereka berteriak itu Paino, lalu mengejar dengan sepeda motor KLX corak loreng IPK dan Revo hitam les biru.
Tak lama melakukan pengejaran, mereka kembali lagi kegudang, disitu terdakwa Tosa bertanya kenapa gak kelen eksekusi saja tadi, lalu ada jawaban gak berani bos disana ada BKO dan rame orang.
Sampai akhirnya di malam hari saat saksi Tio bersama dengan terdakwa Tosa saat berada dalam satu mobil (mobil ertiga) ada yang menelepon Tosa dan didengar oleh Tio seperti suara Dedy hanya mengucapkan Sukses Bos. Tak lama kemudian tersiar kabar atas kematian Paino yang juga dilihat saksi Tio melalui media Sosial, namun dirinya tidak merasa bersalah karena tidak melakukan apa pun terkait kematian Paino.
Apa yang disampaikan saksi mahkota Heriska Wantenero alias Tio dipersidangan tersebut tidak jauh berbeda dengan keterangan beberapa saksi sebelumnya yang telah memberikan kesaksian dihadapan majelis hakim.
Seperti kesaksian ada singgah diwarung Presty untuk membeli mie dan air mineral, lalu menyimpan senjata api di kediaman kakak Tio hingga akhirnya Abang ipar Tio dalam kesaksianya menyatakan keberatan dan marah kepada Tio dengan keberadaan senjata api dirumahnya tersebut, lalu membawa senpi ke key garden dimana ada berjumpa dengan saksi Rudi yang lalu membuang senjata api tersebut di areal perladangan jagung dikota Binjai.
Saksi mahkota Heriska Wantenero alias Tio dihadapan majelis hakim juga mengakui jika dirinya mendapat ancaman dari terdakwa Tosa, jika masalah senjata api sampai ada orang lain yang tahu, maka anak dan istri Tio akan dibantai, begitu pula dengan dirinya akan dibantai walau dirinya berada didalam rutan.
Hal tersebut di ucapkan Terdakwa Tosa saat berada di key garden, “sebelumnya Tosa mengatakan, Tio…..Tato, Sahdan, Dedy sudah tidak ada (kabur), kau sudah banyak tau kejadian dan masalah senjata api, awas! jangan sampe ada yang tau,” ancam Tosa saat itu ucap Tio dengan suara paruh dalam persidangan.
Sementara itu terdakwa Luhur Sentosa Ginting alias Tosa menyanggah kesaksian Heriska Wantenero alias Tio, yang mengatakan pada tanggal 20 Januari tersebut dirinya tidak bersama saksi, melainkan bersama orang tuanya untuk pergi berobat.
Kesaksian Sulhanda Yahya alias Tato selaku saksi mahkota dalam persidangan tersebut juga tidak jauh berbeda dengan kesakisan Heriska Wantenero alias Tio, dimana mengatakan jika dirinya juga mendengar perintah langsung dari terdakwa Tosa untuk menghabisi nyawa korban (Paino).
Jalanya persidangan cukup memakan waktu, sesuai jadwal dimulai pukul 10.00 WIB namun sekitar pukul 14.00 WIB persidangan baru digelar oleh majelis hakim, hingga selesai malam hari sekitar pukul 21.00 WIb, dengan pengawalan ketat pihak Kepolisian Resort Langkat dengan berseragam lengkap dan pakayan sipil. (Wahyudie)