Sidang Pembunuhan Mantan Anggota DPRD Langkat, Kuasa Hukum Terdakwa Kecewa JPU Tidak Bisa Hadirkan Para Saksi

LANGKAT, metro24jam.news- Kuasa hukum terdakwa Sulhanda Yahya alias Tato dan Persadanta Sembiring alias Sahdan kecewa atas sikap Jakasa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Langkat dalam menghadirkan saksi dipersidangan pada perkara pembunuhan mantan anggota DPRD Kabupaten Langkat Paino.
Persidangan yang digelar diruang sidang Prof Dr Kusumah Admadja, Selasa (11/7), seharusnya beragendakan mendengarkan keterangan saksi untuk dilakukan konfrontasi atau konfrontir dengan pihak penyidik (Verbalisan).
Saksi yang seyogiyanya hadir dalam persidangan adalah Sumarti, Joko, Asifa dan Rudi namun keempatnya tidak hadir, ironisnya dua saksi tidak hadir tanpa keterangan atau tanpa alasan yakni Sumarti dan Joko, sementara itu saksi Asifa berdasarkan penjelasan JPU keberadaanya sudah tidak diketahui lagi dan saksi Rudi berhalangan hadir karena menjaga istrinya yang sedang dalam perawatan medis karena sakit.
Sehingga kuasa hukum terdakwa Irwansyah Putra Nasution SH MH bermohon kepada majelis hakim agar menanyakan kebenaran atau upaya pihak JPU dalam menghadirkan para saksi tersebut. Menurut penasehat hukum terdakwa apakah memang benar pihak JPU telah melakukan pemangilan atau belum.
Hal senada juga dipertanyakan oleh majelis hakim kepada pihak JPU, sebelumnya saksi Sumarti dan Joko dapat hadir pada persidangan terdakwa Luhur Sentosa alias Tosa Ginting yang digelar pada Minggu lalu, dan mengapa pemberitahuan pemanggilan untuk kedua saksi tersebut, agar dapat hadir kembali dalam persidangan terdakwa Sulhanda Yahya alias Tato dan Persadanta Sembiring alias Sahdan yang digelar pada hari ini tidak langsung disampaikan saja ketika itu.
Dalam persidangan tersebut pihak JPU menjelaskan jika pemberitahuan pemanggilan saksi telah disampaikan pada yang bersangkutan secara lisan, dan selanjutnya juga telah dilakukan pemanggilan secara tertulis melalui surat.
Perdebatan antara kuasa hukum terdakwa dengan pihak JPU sempat sengit terkait gagalnya menghadirkan para saksi tersebut, bahkan majelis hakim yang diketuai oleh Ladys Bakara sempat memukul palu melerai debat yang terjadi antara kuasa hukum terdakwa dengan pihak JPU.
Masih pendapat JPU dalam persidangan seperti diketahui bersama bahwa sesuai dengan hukum beracara, masing masing pihak punya kewenangan, baik itu Hakim, JPU, dan Kuasa Hukum.
Secara esensial saksi yang paling utama dan pertama kali didengar adalah korban, itu sudah jelas di KUHP, sekalipun ada seratus saksi disiapkan namun JPU merasa yakin dan cukup hanya dengan 10 saksi saja untuk didengarkan itu sudah cukup.
Jadi pemanggilan saksi itu kewenagnya ada pada JPU, jika JPU merasa tidak perlu dihadirkannya seorang saksi maka itu hak JPU, namun dalam hal ini kami JPU nantinya akan tetap menghadirkan saksi Joko, sesuai permohonan pihak Kuasa Hukum terdakwa, yang sebenarnya kami merasa keterangan dari saksi Joko kurang esensial. “Intinya pemanggilan saksi sudah diupayakan dan patut sesuai prosedur yang berlaku”, ucap JPU dalam persidangan.
Majelis hakim akhirnya menunda persidangan sampai dengan Senin (17/7) mendatang, sembari menegaskan kepada pihak JPU agar saksi Sumarti, Joko dan Rudi dapat dihadirkan dipersidangan, sementara saksi Asifa jika telah pindah domisili dan tidak diketahui keberadaanya disertai dengan bukti atau surat.
Kuasa Hukum Terdakwa Menganggap Penting Dilakukan Konfrontir
Seusai pelaksanaan sidang Kuasa Hukum kedua terdakwa, Irwansyah Putra Nasution yang akrab disapa Ibey, melihat saksi Atik dan Rudi berbelit-belit dalam menyanpaikan keterangan dipersidangan. Mereka berdua perannya sangat penting dalam peristiwa pembunuhan Paino,” bebernya.
Lanjut Irwansyah, peran saksi Atik dalam pembunuhan Paino yakni menyerahkan senjata api kepada terdakwa Sahdan. Hal itu dituangkan dalam BAP, namun beberapa waktu lalu, Atik mencabut keterangan dipersidangan.
Sedangkan saksi Rudi, dalam persidangan terungkap fakta, berperan sebagai orang yang membuang senjata api tersebut. “Jadi kita minta keterangannya di konfrontir untuk mencari kebenaran. Dan hakim sudah setuju,” ucap Irwansyah.
Berdasarkan keterangan kedua terdakwa, pemilik senjata api untuk membunuh Paino yang digunakan eksekutor Dedi Bangun merupakan milik dari terdakwa Luhur Sentosa Ginting alias Tosa Ginting.
Irwansyah menyatakan kecewa dengan kinerja jaksa penuntut (JPU) yang dalam hal ini mewakili korban atau negara untuk mendakwa dan menuntut para pelaku pembunuhan Paino.
Sudah jelas penyidik hanya menyangkakan pasal 340 KUHP dalam penyidikannya berdasarkan saksi dan barang bukti, namun jaksa menambahkan pasal 338 dan 353 jo 55 KUHP. “Semuanya berubah pada saat dakwaan, inikan aneh. Jelas itu pembunuhan berencana, tapi digiring dengan pasal-pasal yang lebih ringan,” ungkapnya.
Irwansyah menuturkan dalam hal menghadirkan saksi-saksi di persidangan terdakwa Sulhanda alias Tato dan juga terdakwa Parsadanta Sembiring alias Sahdan, banyak yang tidak dapat dihadirkan jaksa. “Sementara dalam persidangan terdakwa Tosa Ginting, salah satunya saksi Joko Al Malik dapat dihadirkan. Ini kan aneh,” bebernya lagi.
Terdakwa Tato dan Sahdan hingga saat ini akan mengungkapkan fakta-fakta sesungguhnya di persidangan Pengadilan Negeri Stabat, meskipun berulang kali mendapatkan ancaman intimidasi dan akan dibunuh oleh orang-orang yang diduga suruhan terdakwa Luhur Sentosa Ginting alias Tosa.
Berdasarkan pengakuan keduanya, perintah untuk membunuh korban Paino didapatkan dari Tosa Ginting, termasuk kepemilikan senjata api yang digunakan terdakwa Dedi Bangun untuk menembak korban, pungkas Irwansyah. (wahyudie)