
Metro24jam.news, SERGAI – Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Serdang Bedagai Sumatera Utara
meresmikan Rumah Restorative Justice (RJ) di Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), Kamis (24/11/2022). Rumah Restorative ini serentak diresmikan secara virtual di berbagai desa dan di 16 kecamatan Serdang Bedagai.
Sebelumnya Kajari Serdang Bedagai Muhammad Amin SH. MH telah meresmikan Rumah Restorative Justice pertama di Desa Bamban Estate Kecamatan Sei Bamban Sergai.
Kajari Sergai, Muhammad Amin mengatakan, bahwa melalui Rumah Restorative Justice ini, pihak Kejaksaan Negeri Serdang Bedagai mengedepankan prinsip penyelesaian perkara dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula daripada menuntut adanya hukuman dari pengadilan.
Dalam penanganan restorative justice yaitu pertama si tersangka ini belum pernah dihukum, kemudian kerugian negaranya sebesar Rp2,5 juta dan ancaman hukumannya di bawah 5 tahun, sambungnya.
Amin mengatakan, Rumah RJ ini untuk bisa menyelesaikan perkara, kalau bisa jangan sampai ke persidangan dan agar bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan seperti yang tertuang pada Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020.
Dia menjelaskan, dalam pelaksanaan restorative justice, pelaku memiliki kesempatan terlibat dalam pemulihan keadaan (restorasi), masyarakat berperan untuk melestarikan perdamaian, dan pengadilan berperan untuk menjaga ketertiban umum.
Dasar hukum restorative justice pada perkara tindak pidana ringan termuat dalam beberapa peraturan berikut ini,Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 205 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP), Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP, Nota Kesepakatan Bersama Ketua Mahkamah Agung, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 131/KMA/SKB/X/2012, Nomor M.HH-07.HM.03.02 Tahun 2012, Nomor KEP-06/E/EJP/10/2012, Nomor B/39/X/2012 tanggal 17 Oktober 2012 tentang pelaksanaan penerapan penyesuaian batasan tindak Pidana ringan dan Jumlah denda, acara pemeriksaan cepat serta penerapan Restorative Justice, surat Direktur Jenderal Badan Peradilan umum Nomor 301 Tahun 2015 tentang penyelesaian tindak Pidana ringan, Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021 Tentang penanganan tindak Pidana berdasarkan keadilan Restoratif, peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan Restoratif.
“Perkara pidana yang dapat diselesaikan dengan restorative justice adalah pada perkara tindak pidana ringan sebagaimana diatur dalam Pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan 483 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam hal ini hukum yang diberikan adalah pidana penjara paling lama 3 bulan atau denda Rp2,5 juta,” ujarnya.
Selain pada perkara tindak pidana ringan sambung Amin,Restorative justice juga dapat diterapkan pada perkara pidana berikut ini yaitu, indak Pidana Anak,tindak Pidana Perempuan yang berhadapan dengan hukum, tindak Pidana Narkotika, Tindak Pidana Informasi dan transaksi elektronik, Tindak Pidana Lalulintas.
Menurut Amin, pelaksanaan restorative justice adalah termuat dalam Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dan Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif.
Tidak menimbulkan keresahan dan/atau penolakan dari masyarakat, tidak berdampak konflik sosial, tidak berpotensi memecah belah bangsa, tidak radikalisme dan separatisme, bukan pelaku pengulangan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan, bukan tindak pidana terorisme, tindak pidana terhadap keamanan negara, tindak pidana korupsi, dan tindak pidana terhadap nyawa orang.
Sedangkan persyaratan umum pelaksanaan Restorative Justice secara formil, meliputi perdamaian dari dua belah pihak yang dibuktikan dengan kesepakatan perdamaian dan ditanda tangani oleh para pihak, kecuali untuk tindak pidana Narkotika, Pemenuhan hak-hak korban dan tanggung jawab pelaku, berupa pengembalian barang, mengganti kerugian, mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana dan/atau mengganti kerusakan yang ditimbulkan akibat tindak pidana. Dibuktikan dengan surat pernyataan sesuai dengan kesepakatan yang ditandatangani oleh pihak korban (kecuali untuk tindak pidana Narkotika).
Adapun persyaratan khusus dalam penanganan tindak pidana berdasarkan restorative justice merupakan persyaratan tambahan untuk tindak pidana lainnya.
Peresmian Rumah Restorative Justice ini turut dihadiri Kadis Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Sri Rahmayani S.Sos,. M.Si mewakili Pemkab Sergai dan jajarannya, juga diikuti oleh Para Camat se-kabupaten Serdang Bedagai dan juga para Kepala Desa yang dilaksanakan secara Virtual Zoom dengan dihadiri Forkompincam Kecamatan Teluk Mengkudu serta Kepala Desa se Kecamatan Teluk Mengkudu. (Bambang Sujatmiko)