Metro24jam.news, LANGKAT – Sidang kasus kekerasan yang terjadi di kerangkeng manusia Bupati Langkat Nonaktif TRP kembali digelar, Rabu (3/8/22) beragendakan mendengarkan keterangan saksi.
Persidangan digelar secara virtual dengan menghadirkan kedelapan tersangka di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II A Tanjunggusta, termasuk anak Bupati Langkat nonaktif inisial DP, sementara saksi-saksi dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) serta Penasehat Hukum hadir diruang persidangan Prof Dr Kusumah Admadja. Dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Halida Rahardhini, Hakim Anggota Andriansah dan Dicki Irvandi.
Agenda persidangan terdakwa DP dan HS alias Gubsar, terdaftar dalam nomor perkara 467/Pid.B/2022/PN Stb. Keduanya didakwa Pasal 170 ayat (2) Ke-3 KUHPidana atau kedua, Pasal 351 ayat (3) Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana atas kematian penghuni kerangkeng Sarianto Ginting.
Kedua saksi yang diambil sumpahnya yakni pasangan suami istri (pasutri) dan juga adik kandung korban. Mereka Sariadi Ginting (31) dan Tria Sundari (30) warga Dusun VI, Desa Sukajahe Pornobinangun, Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat.
Di depan majelis hakim, Sariandi mengakui, mereka datang kepersidangan dalam kasus pembunuhan kerangkeng abang kandungnya Sarianto Ginting. “Pada tanggal 15 Juli 2021 sekitar pukul 23.00 WIB, abang saya diantar pulang ke rumah dari tempat rehab (kerangkeng) sudah dikafani dalam keadaan meninggal dunia,” kata dia.
Abangnya tewas tiga hari setelah dijemput oleh pekerja di kerangkeng Bupati Langkat nonaktif TRP. “Tanggal 12 Juli 2021 malam, Sarianto dijemput. Tiga hari kemudian abang saya tewas. Memang benar keluarga yang meminta penjemputan itu, karena kalau diantar katanya orang yang jaga pintu masuk ke kerangkeng sering kami panggil Bolang, tidak boleh,” ujar Sariandi.
Usai dijemput oleh pihak pengelola, mereka diminta untuk mengantar perbekalan seperti baju dan untuk sementara tidak boleh menemui abangnya sebelum batas waktu yang sudah ditentukan. “Kata Bolang itu tunggu beberapa bulan jika sehat baru ketemu,” jelas Sariandi.
Dirinya tidak menampik jika sebelumnya sudah mengetahui keberadaan kerangkeng (tempat rehap) milik Bupati Langkat Nonaktif TRP sehingga dirinya memutuskan untuk mengantar abangnya kesana. Sebab, ulah abangnya yang kecanduan narkoba sudah sangat membuat resah keluarga.
“Dari SMP abang saya Sarianto Ginting, udah menggunakan narkotika, dan meresahkan keluarga. Udah lima kali masuk ke panti rehab. Di panti rehab yang berada di Deliserdang sempat minum diterjen pembersih lantai, di panti rehab Simalingkar lari, di Sibolangit, Batam, dan Binjai Tanah Seribu,” terang dia.
Karena keterbatasan biaya, akhirnya memutuskan memasukkan Sarianto Ginting, kesana. Karena ditempat itu tidak dipungut biaya dan penghuni akan diberi perobatan dan bisa bekerja. “Sarianto Ginting tinggal sama saya, dan saya pikir disana selain direhab dipekerjakan juga kan. Tidak di pungut biaya lagi. Rehab di tempat lain kan bayar,” seru Sariandi.
Masih keterangan Sariadi kepada majelis hakim, ia mengakui sebelum memasukkan abanganya kesana, dia dan istri sudah melakukan kroscek lapangan (lokasi). Disana dia tidak melihat ada hal yang mengkhawatirkan. Disana dia juga mendapatkan penjelasan oleh penjaga kerangkeng bagian-bagian di dalam kerangkeng. “Saat itu dijelaskan, jika yang sudah sehat dipekerjakan di kebun sawit. Sehat dan mau kerja itu tujuan saya masukkan abang saya ke rehabilitas (kerangkeng), majelis hakim,” kata Sariadi.
Memang diakui Sariadi, abangnya memiliki riwayat penyakit lambung. Sehingga ketika awalnya dirinya tidak heran ketika pengelola memberitahukan jika Sarianto, sakit lambungnya sebelum tewas.
“Diberitahu pihak kerangkeng dari handphone, jika sebelum tewas, abang saya ini sakit lambungnya. Gak tau kalau dibunuh dan siapa yang membunuh, taunya dari berita di bunuh,” kata Sariandi.
Sariandi menuturkan jika dirinya tidak tau ada dilakukan penyiksaan terhadap abang kandungnya. Dirinya juga gak kepikiran kalau tewasnya gak wajar.
Memang secara prosedur yang dialami, ungkap dia, sebelum masuk ke dalam kerangkeng, keluarga diwajibkan mengisi formulir atau surat pernyataan. Didalam formulir berisikan, jika terjadi apapun tidak boleh menuntut. Jika nanti sakit, misalnya demam akan di obati.
“Tempat itu dikenal sebagai tempat rehabilitas, tapi sesudah kasus ini muncul baru kerangkeng katanya. Perbuatan kedua tedakwa dengar dari berita ada sangkutannya, melihat sendiri tidak. Dan dengar dari saksi yang ada di dalam kerangkeng, jika DP dan HS ada sangkutannya. Saya dengar dipukuli, dilakban dari penjelasan saksi yang di dalam kerangkeng. Tangan di lakban, mata ditutup, dipukuli, dan cemplungkan ke kolam,” beber Sariandi.
Persidangan dengan agenda mengdengarkan keterangan para saksi akan dilanjutkan pada pekan depan yakni Rabu (10/8/22). (die)