Metro24jam.news – Dugaan keterlibatan oknum mafia tanah dalam kasus gugatan lahan HGU PTPN 2 No 62 Kebun Penara, Afdeling III Tanjung Garbus Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang mulai terkuak.
Salah seorang oknum yang disebut-sebut sebagai koordinator dalam pengumpulan data warga yang diajukan untuk menggugat PTPN 2 di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam berinisial M ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sumut.
Hal itu dipaparkan Kabag Hukum PTPN2, Ganda Wiatmaja, Selasa (12/7/22). “Hasil penyidikan Polda Sumut sudah cukup bukti untuk menetapkan M sebagai tersangka yang diduga melakukan pemalsuan sejumlah data warga yang diajukan untuk melakukan gugatan terhadap PTPN 2,” bilang Ganda
Seperti pernyataan sejumlah warga, sambung Ganda, baik yang berasal dari Desa Punden Rejo, Bangun Sari, Bangun Sari Baru dan sekitarnya, mereka telah menjadi korban iming-iming dari oknum yang bekerjasama dengan mafia tanah.
Menurut pengakuan, mereka sengaja didatangi oleh sesama warga untuk menyerahkan KTP dan KK kepada oknum M. Imbalannya mereka dijanjikan akan mendapatkan lahan seluas 2 hektar atau senilai Rp 1,5 Milyar yang akan diperjuangkan di Desa Penara. Warga pun terpengaruh. Mereka kemudian menyerahkan KTP dan KK untuk dikumpulkan.
Anehnya, ketika KK dikembalikan, nama orangtua pemilik KK sudah diubah oleh oknum kepala desa. Ketika perubahan itu dipertanyakan, mereka mendapat jawaban, perubahan tersebut untuk memudahkan mereka mendapatkan pembagian lahan nantinya.
Padahal, ujar Ganda, nama mereka sebenarnya sedang dicatut untuk dicantumkan sebagai ahli waris dari nama warga lain yang konon memiliki Surat Keterangan Tentang Pembagian Sawah Ladang Tahun 1953 yang akan menjadi bahan untuk mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam.
Tidak tanggung-tanggung, hasil pengumpulan KTP dan KK mencapai lebih dari 200 nama. Ini kemudian terungkap di pengadilan yang dikenal sebagai gugatan Rokani dkk, atas lahan seluas 474 hektar. Jika sesuai dengan janji yang disampaikan kepada warga pemilik KTP dan KK masing-masing akan mendapat 2 hektar lahan, berarti ada 237 warga yang dikumpulkan untuk gugatan tersebut.
Menurut keterangan, dalam setiap kali pertemuan, warga pemilik KTP mendapat dana antara Rp 200 ribu hingga Rp 1,5 juta. Dana ini diberikan oleh oknum AS, warga Tanjung Morawa yang kemudian beralamat di Jakarta. AS lah yang berperan mengelola kasus gugatan tersebut dibantu beberapa nama lain hingga akhirnya kasus bergulir ke tingkat Kasasi di Mahkamah Agung.
Gugatan terhadap areal HGU No 62 Kebun Penara Afdeling III Kebun Tanjung Garbus, sejak awal sudah diwarnai berbagai kejanggalan. Ketika sidang lapangan untuk menentukan titik koordinat lahan yang digugat, tidak satu pun dari warga yang namanya tercantum sebagai penggugat mengetahui titik koordinat lahan 474 hektar itu.
Parahnya lagi, ternyata sejumlah nama yang ikut didaftarkan sebagai penggugat sudah meninggal dunia beberapa tahun sebelum kasus ini dimajukan ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam. Belum diketahui siapa yang melakukan tandatangan terhadap nama-nama yang ternyata sudah meninggal dunia itu. Putusan Pengadilan akhirnya mengabulkan gugatan warga, namun hanya untuk 464 hektar lahan. Artinya ada lima nama yang gugatannya ditolak.
Keadaaan semakin runyam ketika sejumlah warga diminta untuk membuat surat kuasa dan pengalihan hak kepada AS lewat akte notaris di Tanjung Morawa dan Medan. Beberapa warga yang faham dan mencium adanya gelagat tidak baik, kemudian mempertanyakan soal pembagian lahan 2 hektar atau uang sebesar Rp 1,5 miliar yang dijanjikan. Baik M maupun AS tidak bisa menjelaskan persoalan itu hingga akhirnya sejumlah warga buat pernyataan, keluar dari gugatan tersebut dan mengaku tidak tahu menahu soal lahan Kebun Pena.*
Penulis: Hendra